Simalungun – Jurnalsumut.id Proses penjaringan dan seleksi calon Sekretaris Desa (Seleksi Sekdes) di Nagori Marjandi, Kecamatan Panombean Panei, Kabupaten Simalungun yang digelar pada Jumat, 10 Januari 2025, menuai perhatian publik.
Tak hanya soal prosedur yang mungkin belum sepenuhnya transparan, namun ada dugaan kecurangan yang mengemuka, dan hal ini tentu menambah keruh proses demokrasi di tingkat desa yang seharusnya berjalan dengan adil dan jujur.
Berdasarkan informasi yang beredar, seleksi tersebut diikuti oleh enam peserta, namun yang terdaftar hanya dua orang. Ini tentu menjadi pertanyaan besar.
Pasalnya, pertanyan baru 2 Peserta yang mendaftar mengapa sudah tahu siapa yang bakal menang di seleksi tersebut dengan menyebutkan nama salah satu peserta, terlebih lagi diketahui Perempuan yang Bernama Uci Lestari ini mendatangi camat di hari sebelum seleksi.
Tentu, hal ini semakin mencurigakan setelah salah satu warga yang enggan disebutkan identitasnya, menyebutkan nama seorang perempuan yang diduga akan memenangkan seleksi ini, bahkan sebelum prosesnya selesai.
Warga tersebut dengan yakin menyebutkan nama Uci Lestari sebagai pemenang yang sudah “ditentukan” sebelum seleksi dimulai.
Padahal, tidak ada satupun pihak yang seharusnya bisa mengetahui hasil seleksi sebelum melalui mekanisme yang adil dan transparan. Apa yang terjadi dengan proses seleksi yang seharusnya dilakukan dengan penuh integritas?
Tudingan ini tentunya bukan tanpa dasar. Masyarakat yang sudah mulai skeptis melihat gelaran seleksi ini, merasakan adanya ketidakterbukaan dalam prosesnya. Dalam konteks demokrasi di tingkat desa, transparansi dan objektivitas harus menjadi prinsip utama yang harus ditegakkan oleh setiap pihak yang terlibat.
Jika terjadi dugaan bahwa ada calon yang sudah pasti menang, maka dapat dipastikan bahwa prinsip dasar tersebut sudah dilanggar. Proses seleksi yang sehat akan menciptakan ruang bagi warga desa untuk bersaing secara adil, bukan hanya untuk para calon yang sudah “dihitung” akan menang.
Jika dugaan ini benar adanya, maka kita sedang berbicara tentang masalah yang lebih besar, yakni integritas dan kredibilitas pemerintah desa dan kecamatan dalam menjalankan amanah publik.
Pada akhirnya, siapa yang diuntungkan jika proses seleksi Sekdes ini tidak berjalan sesuai dengan prinsip-prinsip dasar demokrasi? Tentunya, yang dirugikan adalah masyarakat yang berharap untuk melihat pemimpin yang tepat, bukan hanya mereka yang “beruntung” dalam permainan yang tidak jelas.
Oleh karena itu, penting bagi pihak-pihak berwenang, baik di tingkat desa maupun kecamatan, untuk segera menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi dalam proses seleksi ini.
Jangan biarkan dugaan kecurangan ini berlarut-larut tanpa penjelasan yang memadai. Jika benar ada ketidakberesan, maka harus ada langkah tegas untuk melakukan evaluasi dan perbaikan, demi menjaga kepercayaan masyarakat terhadap sistem pemerintahan desa.
Nagori Marjandi pantas mendapatkan proses seleksi yang adil dan transparan, bukan seleksi yang justru mencederai prinsip keadilan dan integritas.