Jurnalsumut.id – Senin malam, 25 November 2024, di kawasan lingkungan 1 Kelurahan Timbang Deli, Kecamatan Medan Amplas, terkuak sebuah praktik busuk yang mencoba mengelabui publik.
Tim sukses dari pasangan calon walikota Medan, Prof. Ridha, dan calon gubernur Sumatera Utara, Edy Rahmayadi, yang selama ini bersikap sok moral dengan mengklaim menentang politik uang, ternyata tidak lebih dari sekumpulan penipu kelas teri yang menyebarkan amplop berisi uang.
Tak tanggung-tanggung, mereka memberikan Rp200.000 per amplop, yang diselipkan dalam mug gelas kustom yang bergambar paslon mereka, lengkap dengan kertas visi dan misi yang berisi janji kosong.
Tindakan ini ditemukan saat petugas kebersihan yang sedang bertugas di lokasi tersebut, tepatnya di Jl. Banteng, Lembu Dalam, Kelurahan Pandau Hulu 1, Medan, tim kami berusaha mencari informasi dengan bertanya kepada warga mengenai seberapa banyak “hadiah” yang mereka terima. Ternyata, jawaban warga sangat mengejutkan: Rp200.000 di dalam mug dengan logo dan foto paslon 02.
Masyarakat yang menerima bantuan itu akan diminta untuk mencoblos pasangan calon Walikota dan wakil Wakil Wali Kota nomor urut 2, yakni Pasangan Prof.Ridha-Rani untuk Pilkada tingkat Walikota Medan dan pasangan nomor 2, Edy Rahmayadi-Hasan Basri Sagala untuk tingkat provinsi.
Ini adalah bukti nyata bahwa janji-janji manis yang dilontarkan oleh Edy Rahmayadi dan Prof. Ridha hanyalah tipu muslihat belaka. Mereka mengklaim menentang politik uang, tetapi justru dengan tangan mereka sendiri, mereka melanggengkan budaya kotor yang merusak demokrasi kita.
Bagaimana mungkin seorang calon pemimpin yang seharusnya memberi contoh yang baik malah menurunkan moral rakyat dengan praktik-praktik busuk seperti ini?
Lebih ironis lagi, pembagian amplop tersebut terjadi di tengah masyarakat yang sudah lelah dengan janji palsu dan praktik korupsi yang terus menerus terjadi di Sumut dan Kota Medan. Tidak hanya membebani ekonomi rakyat yang terpuruk, tetapi tindakan ini juga mencoreng harga diri warga yang terpaksa tergiur dengan uang receh untuk masa depan mereka yang semakin suram.
Politik uang tidak hanya merusak integritas pemilu, tapi juga menciptakan mentalitas feodal di kalangan masyarakat. Warga yang diberi uang pun terjebak dalam pola pikir bahwa pilihan mereka bisa dibeli dengan harga murah, padahal itu hanya sementara. Setelah pemilihan, janji-janji dan uang yang diberikan akan lenyap begitu saja, sementara mereka yang mendapat keuntungan hanyalah segelintir orang di atas sana.
Edy Rahmayadi dan Prof. Ridha, jangan coba berbohong lagi di hadapan rakyat. Jangan coba berpura-pura menjadi pejuang perubahan, sementara di lapangan Anda malah memperdagangkan kepercayaan rakyat dengan amplop dan janji kosong. Rakyat Medan dan Sumut pantas mendapatkan pemimpin yang tidak hanya berbicara muluk-muluk, tetapi juga yang mampu membawa perubahan nyata tanpa harus merendahkan martabat mereka.
Perlu diingat, politik uang bukanlah solusi, melainkan racun yang akan membunuh harapan masyarakat. Jangan biarkan praktik kotor ini menjadi budaya yang terus berlanjut. Jika kita membiarkannya, maka demokrasi kita akan mati dengan cara yang sangat memalukan.